Tapteng, BATAKPOS
Keluarnya peratuan perundang–undang (UU) baru mengenai perlalulintasan dan transportasi No 22 tahun 2009 sepertinya harus disikapi cepat oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Sibolga dan Tapteng melalui produk peraturan daerah (Perda) baru. Pasalnya, peraturan perlalulintasan di daerah harus berpedoman kepada UU nomor 22 tahun 2009 tersebut.
Sebagai bukti, sesuai UU tersebut, Dinas perhubungan (Dishub) tidak diperkenankan lagi menyetop atau merazia kenderaan tanpa dukungan dari pihak kepolisian kecuali di tempat–tempat tertentu seperti terminal dan timbangan. Kemudian, pemakaian badan jalan harus mendapat izin dari kepolisian padahal, izin pemakaian jalan selama ini cukup dikeluarkan Dishub. Ditambah lagi, pemakaian mobil foredes bersirene juga dilarang serta sejumlah hal lainnya kecuali mobil ambulance dan pemadam kebakaran daerah.
Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Polres Tapteng, AKP Indra Warman saat dikonfirmasi, Rabu (5/8) mengenai hal tersebut enggan mengomentarinya lebih jauh. Namun diakui, UU nomor 22 tahun 2009 tersebut telah memberikan tugas yang lebih besar kepada Satlantas dengan kekuatan hukum yang lebih jelas karena dalam pelaksanaannya diatur oleh dua Peraturan Presiden (Perpres), enam Peraturan Kapolri (Per Kap) dan dua peraturan pemerintah (PP). Sedangkan UU No 14 tahun 1992 selama ini hanya diikat oleh PP.
“Itu sesuai UU tersebut, jadi kalau pun dewan ingin menggodok Perda baru tentang perlalulintasan daerah harus berpedoman kepada UU ini. Maksudnya agar kelak tidak terjadi kesalahpahaman, sehingga tercipta situasi yang kondisif dan harmonis,” tuturnya.
Menurutnya, UU No 22 Tahun 2009 tersebut telah berlaku sejak diterbitkan oleh pemerintah. Makanya Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian (Dikjapol) di seluruh daerah termasuk Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) dan Kota Sibolga melakukan rapat koordinas penetapan jumlah denda tilang kenderaan mulai dari yang terendah hingga tertinggi.
“Sesuai UU tersebut denda terendah sebesar Rp75.000, namun saat ini kita masih toleran menetapkan denda sebesar Rp30.000 dan itu kita ukur dari kemampuan daerah. Namun, ini akan kita berlakukan secara pelan dan bertahap, hingga mencapai angka Rp75.000 tersebut,” ujar Indra.
Kasat Lantas Polresta Sibolga AKP Dahlan Anzab saat dikonfirmasi mengenai aplikasi UU tersebut juga enggan memberikan komentar lebih jauh. Ia berharap keberadaan UU tersebut tidak menjadi sebuah polemik dan pertentangan.
“Yang penting inti dengan keluarnya UU ini diharapkan dapat menekan jumlah pelanggaran lalu lintas dan pengendara kenderaan menjadi lebih beretika. Sebab, sanksi denda akibat pelanggaran yang diterapkan sesuai UU tersebut sangat tinggi,” ujarnya.
Terkait keberadaan UU baru tersebut, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pemkab Tapteng Panahatan Hutabarat ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut mengaku tetap menghargai produk hukum tertinggi yakni UU.
“Meskipun secara tugas kita semakin dibatasi apa mau kita katakan. Meski demikian, hal ini akan kita sampaikan kepada pimpinan kita, karena kita dibebankan PAD sesuai Perda,” katanya. (Jas)
Keterangan FotoKasat Lantas Polres Tapteng AKP Indra Warman, saat memimpin Razia Pekat di wilayah Polres Tapteng (batakpos/jason gultom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar